Investor; Pilih P3B Indonesia-HK atau P3B Indonesia-Singapura?

Hong Kong-Indonesia atau Singapore-Indonesia Double Taxation Agreement?

HK-INDO DTA sepertinya cukup menarik perhatian para pebisnis dan praktisi yang memiliki kepentingan di kedua negara. HK merupakan pusat keuangan utama yang memberikan aturan perpajakan yang atraktif atas penghasilan internasional. 

Hong Kong dan Singapore merupakan dua negara yang sejak dulu telah dikenal sebagai pusat bisnis global. Kedua negara juga merupakan yurisdiksi yang menarik untuk perusahaan regional-hub. Regional hub di Singapura dapat dikatakan sebagai regional quarter yang bertanggungjawab atas beberapa negara di wilayahnya. Transaksi afiliasi yang menggunakan hub ini menjadi menarik, karena perlu menelisik substansi legal dan substansi ekonomi yang dilakukan pihak afiliasi atas transaksi hubungan istimewa. Kedua negara hub  ini (Singapura dan Hongkong) telah menarik investor luar negeri dengan memberikan kebijakan ramah-pajak seperti pengecualian dividen LN, pengecualian penghasilan LN tertentu, tidak mengenakan WHT atas pembayaran dividen dan tidak ada pajak atas capital gain

Ketiga yurisdiksi memiliki kebijakan P3B yang masih berlaku, meskipun P3B Indonesia-HK memiliki perjanjian yang berlaku lebih sedikit dibandingkan dengan P3B Indonesia-Singapura. 

Permanent Establishment

Taxable presence di Hong Kong, Indonesia dan Singapore

Peraturan Perpajakan Indonesia memiliki definisi sendiri atas BUT pada Pasal 2 ayat (5) UU PPh: “BUT adalah badan yang di digunakan seseorang yang tidak berada di Indonesia, atau individu yang tidak berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan entitas yang didirikan di luar Indonesia atau tidak berdomisili di Indonesia namun menjalankan bisnis atau melakukan aktivitas termasuk: a place of management, a branch, an office, a factory, a workshop, a warehouse, a space for promotion and selling, a mine and a place of extraction of natural resources, an area of oil and gas mining, a fishery, animal husbandry, agriculture, plantation, or forestry, a construction, installation, or assembly project, atau jasa yang disediakan oleh karyawan, dimana jasa dimaksud dilaksanakan dalam waktu lebih dari 60 hari dalam 12 bulan. 

Di Indonesia, otoritas perpajakan menentukan BUT Jasa melalui syarat Time-Test 60 hari. Dengan demikian, otoritas pajak mengharuskan WP untuk memberikan dokumen perjalanan atau catatan imigrasi atas kehadirannya di Indonesia. Jika WP tidak dapat memberikan dokumen yang disyaratkan, maka otoritas pajak akan menetapkan bahwa BUT telah didirikan.

Indonesia mengenakan WHT 20% untuk kebanyakan biaya jasa yang dibayarkan kepada non-residen yang tidak menggunakan BUT. 
Baik Singapura maupun HK mengecualikan penghasilan atas jasa dari pemajakan.

PE for furnishing of services
Kedua P3B menyediakan aturan khusus untuk BUT-Jasa. Melalui P3B Indonesia-HK, BUT juga menekankan pada penyediaan jasa seperti disebutkan pada paragraf 3(b) Pasal 5 sebagai berikut:
“(b) the furnishing of services, including consultancy services, by an enterprise through employees or other personnel engaged by the enterprise for such purpose, but only if activities of that nature continue (for the same or a connected project) within a Contracting Party for a period or periods aggregating more than 183 days within any twelve-month period;”

P3B Indonesia-Singapura memberikan aturan yang mirip berupa “where the activities continue within a Contracting State for a period or periods aggregating more than 90 days within a twelve-month period” seperti disebutkan pada paragraf 2(i) Pasal 5. Dengan demikian, P3B Indonesia-HK memberikan waktu yang lebih panjang untuk memicu timbulnya P3B.

Combination of auxiliary and preparatory activities
Perbedaan lain antara kedua P3B adalah, ketentuan pada P3B Indonesia-Singapura merupakan kombinasi dari aktivitas auxiliary atau preparatory tidak mengakibatkan munculnya BUT bagi perusahaan non-residen dengan menambahkan revisi UN Model tahun 2001 pada pasal 5 para. 4f.
“(f) The maintenance of a fixed place of business solely for any combination of activities mentioned in subparagraphs (a) to (e), provided that the overall activity of the fixed place of business resulting from this combination is of a preparatory or auxiliary character.”

Allocation of Income to a PE
Limited force of attraction
P3B Indonesia-HK memberikan  force of attraction rule terbatas yang diadopsi dari UN Model:

“The profits of an enterprise of a Contracting Party shall be taxable only in that Party unless the enterprise carries on business in the other Contracting Party through a permanent establishment situated therein. If the enterprise carries on business as aforesaid, the profits of the enterprise may be taxed in the other Party, but only so much of them as is attributable to that permanent establishment; sales in that other Party of goods or merchandise of the same or similar kind as those sold through that permanent establishment; or other business activities carried on in that other Party of the same or similar kind as those effected through that permanent establishment; provided that (b) or (c) shall not apply where an enterprise is able to demonstrate that the sales or business activities were carried out for reasons other than obtaining treaty benefits.”

P3B Indonesia-Singapura jelas-jelas mengikuti model OECD pada Pasal 7 paragraf 1 sehingga tidak mengadopsi sama sekali bentuk apapun dari force of attraction.

Kira-kira, begitulah gambaran yang bisa kita peroleh dalam membandingkan antara P3B Indonesia-HK dengan P3B Indonesia-Singapura.

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Buku Acara: Ibadah Mengenang Satu Tahun Berpulang ke Surga

Berry Ratio dan penggunaannya

BEPS Inclusive Framework, the urgency for developing countries