Pengantar Kebijakan Perpajakan Internasional dan P3B

Pengantar Kebijakan Perpajakan Internasional dan P3B (1)

       Kebijakan Perpajakan Internasional

Dengan perkembangan perdagangan yang semakin global, maka pemajakan atas transaksi internasional menjadi semakin penting. Begitu suatu entitas melebarkan sayapnya melewati batas negara, maka entitas itu pasti harus berada pada pengaruh hukum pajak di negara lain. Negara-negara telah membahas isu tentang siapa yang terhutang pajak (liable to tax/taxable subject) pada transaksi internasional yang menghasilkan objek pemajakan yang biasanya merupakan penghasilan atau modal.

Jika suatu negara berkeinginan untu mengenakan pajak atas suatu kejadian ekonomi yang terjadi diluar batas negara, maka diperlukan kebijakan yang mendasarinya. Justifikasi inilah yang disebut dengan Kebijakan Perpajakan Internasional. Kebijakan perpajakan internasional yang diadopsi suatu negara akan dipengaruhi oleh tujuan ekonomi dan sosialnya. Pada umumnya, kebijakan perpajakan internasional ditentukan oleh apakah suatu negara merupakan negara pengimpor modal net atau merupakan negara pengekspor modal netto.

Yang dimaksud dengan negara pengimpor netto modal merupakan negara yang tergantung pada investasi LN agar ekonominya bertumbuh, sedangkan negara pengekspor modal netto merupakan negara yang menginvestasikan kelebihan kekayaannya ke LN.

Perpajakan Internasional seharusnya dipandang sebagai aturan hukum dari negara-negara yang berbeda, yang mengatur aspek perpajakan transaksi lintas batas.

Tujuan Pengaturan Perpajakan Internasional
Pada umumnya, terdapat tiga tujuan utama dari pemerintah dalam menerapkan aturan perpajakan internasional pada hukum pajaknya:
a.       maksimasi kekayaan nasional;
b.      tax equity atau fairness;
c.       efisiensi ekonomi.

Pemajakan Pemungutan non-residen
Pembayaran pajak potput (WHT) berarti pajak dikurangkan pada saat penghasilan dibayarkan ke LN oleh pembayar di negara sumber.

Untuk mencapai tujuan keadilan pajak dan efisiensi ekonomi, negara-negara harus mengadopsi strategi netralitas ekspor modal dan netralitas impor modal. Netralitas impor modal berarti perlakuan pemajakan untuk pengusaha domestik harus sama dan tidak berpihak terhadap perlakukan pemajakan atas modal yang diinvestasikan dari LN.  Netralitas ekspor modal berarti berarti bahwa para investor menghadapi tarif pajak domestik yang sama, baik itu modal yang diinvestasikan pada domestik maupun modal yang diinvestasikan di LN.

Teknik standar yang dilakukan oleh investor dalam menghindari pajak di negaranya atas penghasilan yang diperoleh dari LN adalah dengan mendirikan entitas yang terpisah secara hukum (perusahaan atau trust) di yurisdiksi dengan tarif pajak rendah atau nil.

Controlled Foreign Companies (CFC)
Pemajakan investasi non-portofolio dilakukan melalui aturan CFC. Jika tingkat kendali CFC oleh investor, misalnya 10%, penghasilan CFC langsung diatribusikan ke investor lokal tersebut. Contoh, Perusahaan ABC yang merupakan residen Indonesia, memiliki anak perusahaan XYZ yang berada di negara Tax Haven. Penghasilan dari transaksi bisnis internasional yang diperoleh oleh perusahaan XYZ, berdasarkan aturan CFC di Indonesia, akan diatribusikan ke PT ABC.
Dampak dari aturan CFC adalah memajaki penghasilan yang bersumber dari LN dengan basis akrual, dan bukan basis saat diterima.

Perbedaan Penghasilan Aktif/Pasif
Karena CFC merupakan aturan atas penghindaran pajak, seringkali aturan menargetkan CFC yang merupakan  residen yang berada di tax haven   atau atas penghasilan pasif seperti dividen, bunga dan royalti yang dihasilkan dari modal yang dengan mudahnya dapat dipindah-pindahkan dari satu negara ke negara lain. Dengan demikian aturan CFC biasanya tidak diarahkan pada perusahaan yang secara aktif dan sah melakukan kegiatan ekonomi di LN. Hal ini menjadi penting dalam mempertimbangkan kebijakan perpajakan atas CFC yang sedang disusun.

2.      

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Buku Acara: Ibadah Mengenang Satu Tahun Berpulang ke Surga

Berry Ratio dan penggunaannya

BEPS Inclusive Framework, the urgency for developing countries