Tax Havens: Penghindaran dan Penggelapan Pajak Internasional

Kali ini, saya mencoba membuka wawasan kita tentang Tax Haven (tentu untuk sebagian orang, karena ada hal-hal yang sebagian orang tahu, tapi hal tersebut belum diketahui orang lain, hal ini mutlak tentu).

Untuk sebagian orang, begitu dikatakan tentang Tax Haven, maka pikirannya akan langsung mengarah ke yurisdiksi tertentu seperti Bermuda, Seychelles, Isle of man atau yurisdiksi lainnya. Tapi sebenarnya, Tax haven ini merupakan istilah yang menunjuk pada suatu situasi, bukan status yang disandang satu negara. Misalnya nih, kalau ternyata, dalam satu analisis, bisa saja Swiss dipandang sebagai suatu yurisdiksi yang memberikan manfaat berupa effective tax rate yang sangat rendah, tapi tidak dikategorikan sebagai Tax Haven. Kenapa? Hal yang sama juga dapat kita kaitkan dengan ETR di Singapura yang sangat rendah dibandingkan dengan ETR yurisdiksi di Asia Tenggara, namun jarang pembahasan yang mengatakan bahwa Singapura merupakan negara Tax Haven. Kenapa?

Pada artikel ini, saya mencoba mengulas tulisan Gravelle mengenai Tax Haven, yang tentunya akan saya coba hubungkan dengan eksposur pemajakan di Indonesia. 

Seperti yang pada dasarnya kita ketahui, hal penghindaran dan pengelakan pajak melalui Tax Haven telah menjadi pembahasan serius baik di G-20 maupun pada OECD. MNC dapat menggeser labanya dari yurisdiksi pajak yang tinggi ke yurisdiksi pajak dengan tarif yang lebih rendah. Salah satu faktor penyebab adalah penggunaan CTB di USA (Lihat artikel), dimana pajak penghasilan dari anak perusahaan LN (kecuali passive income) ditunda sampai penghasilan tersebut di repatriasi ke induknya di USA sebagai dividen. Hal ini tentu menyebabkan penghindaran pemajakan di US. 

Pemajakan passive income atau disebut juga dengan Subpart F income, dapat juga dikurangi dengan penggunaan entitas Hybrid yang diperlakukan berbeda di yurisdiksi lain. Selain itu, pajak yang telah dikenakan di LN pun masih dapat dikreditkan oleh si MNC yg di LN itu. Mungkin sulit untuk mendapat gambaran jelasnya saat ini, tapi saya janjikan, suatu saat anda akan mendapat gambaran penuhnya, misalnya dengan melihat kasus Amazon di Luxemburg.

OP juga dapat menghindar pemajakan atas passive income seperti Dividen, Bunga dan Capital gain dengan tidak melaporkan penghasilan yang diperoleh dari LN. Selanjutnya, karena bunga yang dibayarkan kepada OP LN tidak dikenakan pajak, OP dapat menghindari pajak atas penghasilannya yang bersumber di US dengan mendirikan perusahaan trust di yurisdiksi tax haven. Tidak ada pihak ketiga yang dapat memberikan informasi atas passive income yang diterima di domestik sehingga IRS mengandalkan qualified intermediaries. US mencoba untuk memitigasi masalah ini dengan menerbitkan FATCA, yang belum dapat dipastikan efektivitasnya. Penghindaran ini timbul karena US tidak mengenakan WHT atas passive incomes pada awal munculnya penghasilan pasif itu.

Tax Haven

Sebenarnya tidak ada definisi jelas atas istilah tax haven. Pada awalnya, OECD mendefinisikan tax haven sebagai yurisdiksi yang memiliki fitur: tarif pajak rendah atau tidak ada, kurangnya EoI yang efektif, kurangnya transparansi, dan tidak ada persyaratan atas aktivitas substansial. OECD kemudian menerbitkan daftar Tax Haven. 

Pada perkembangannya, telah berubah sepanjang waktu. Ada 9 negara yang hilang dari list yang diterbitkan pertama kalinya oleh OECD. Negara-negara ini cenderung merupakan negara maju dan besar, dan beberapa diantaranya merupakan anggota OECD seperti Luxemburg dan Swiss. 

Kemudian OECD juga menerbitkan daftar hitam atas yurisdiksi yang sulit bekerjasama dalam pertukaran informasi. 

Saat ini OECD memiliki tiga jenis daftar, yang pertama daftar putih untuk yurisdiksi yang melaksanakan standar yang disetujui, daftar abu untuk yurisdiksi yang berkomitmen untuk memenuhi standar dan daftar hitam untuk yurisdiksi yang tidak memberikan komitmen untuk memenuhi standar. 

Dampaknya, banyak negara yang awalnya ada dalam daftar hitam, karena pubilisitas negatif dari OECD ini berinisiatif untuk melakukan TIEA. Pada Oktober 2014, OECD mengumumkan daftar negara-negara yang compliant, largely compliant, atau noncompliant atas kepatuhan dalam pertukaran informasi.  

Indonesia sendiri untuk tahun 2014 mendapatkan status largely compliant. This status is not considered as an achievement considering the neighbour country, of which well known as a profit shifting destination country, aka a place favourable for tax planning, get compliant status. Anyway, this status is often used as a reference in investment and financing decision making.

Yurisdiksi lain dengan karakteristik Tax Haven

Beberapa kritik telah disampaikan kepada OECD dengan dasar bahwa ada beberapa negara yang memiliki karakteristik Tax Haven namun tidak masuk ke dalam daftar. Hal ini ditujukan kepada beberapa negara bagian USA yaitu Delaware, Nevada dan Wyoming juga beberapa negara besar lainnya. 

Salah satu negara yang tidak masuk ke dalam daftar negara tax haven  terutama untuk Perusahaan, adalah Belanda, dimana memungkinkan perusahaan untuk mengurangi pajak atas dividen dan capital gain dari anak perusahaan dan juga memiliki banyak klausul dalam P3B yang mengurangi pemajakan. Sebagai contoh pada tahun 2006, Band U2 memindahkan perusahaan recording-nya dari Irlandia ke Belanda setelah Belanda mengubah pemajakannya atas royalti musik. 

Metode Penghindaran Pajak Perusahaan

Salah satu metode penghindaran pajak seperti yang telah beberapa kali dibahas pada artikel sebelumnya adalah CTB di US, hybrid entity, dan kemungkinan untuk mengkreditkan kredit pajak LN. Masih banyak metode penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan seperti income stripping, transfer pricing dll.

Jadi pada intinya, saya ingin menyampaikan, there is no such thing as tax haven country status. Kalo kita tanya ke pemerintah bermuda, mereka akan menolak disebut sebagai yurisdiksi tax haven. Tax haven jadinya menjadi julukan bagi suatu yurisdiksi yang memberikan kelonggaran dan kemungkinan legal untuk suatu perusahaan menurunkan pembayaran pajaknya.

Begitu kira-kira cerita tentang tax haven, yang pada intinya tidak dapat dilihat dari indikasi tarif pemajakan yang rendah saja. Kemudahan pertukaran informasi, fasilitas yang diberikan dan keringanan pengawasan dapat dikatakan sebagai indikator untuk menyematkan status tax haven ke satu negara.

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Buku Acara: Ibadah Mengenang Satu Tahun Berpulang ke Surga

Berry Ratio dan penggunaannya

BEPS Inclusive Framework, the urgency for developing countries