Beneficial Ownership

Istilah BO biasanya digunakan dalam pembahasan penyalahgunaan P3B pada tajuk anti diskusi anti-avoidance. Dimana biasanya pasal P3B menyediakan WHT dengan tarif lebih rendah namun hanya jika dapat dipastikan residen dari negara yang melakukan perjanjian di P3B merupakan BO atas transaksi tersebut.

Pada hasil rekomendasi BEPS 2016, khususnya rencana aksi nomor 6, terdapat rekomendasi penggunaan Principal Purpose Test (PPT) dan Limitation of Benefit (LoB). Pada dasarnya, LoB adalah klausul untuk membatasi pihak-pihak yang memperoleh akses atas manfaat P3B dengan memberikan daftar subjek yang dapat menggunakan P3B.  Namun, sebagian beranggapan bahwa penggunaan LoB ini dapat memunculkan bentuk skema anti avoidance yang baru. Sementara itu, penggunaan PPT pada dasarnya adalah pemunculan GAAR pada P3B, dengan menekankan bahwa substansi kegiatan lebih diperhatikan dibanding formal yang dilakukan. PPT ini dipandang lebih efektif dan efisien dalam menangani penghindaran pajak, namun sangat menekankan pada kapasitas administrasi perpajakan dalam melakukan analisis.

Menilik satu  kasus Belanda, dimana satu perusahaan Inggris memerlukan hak pakai untuk menerima dividen atas saham yang dimiliki yang berada di jurisdiksi Belanda. Pengadilan Belanda memutuskan bahwa Perusahaan Inggris berhak atas dividen namun bukan merupakan BO. Tetapi, Hoge Raad menyatakan bahwa perusahaan hanya memperoleh hak atas dividen dan tidak atas saham itu sendiri tidak mencegah perusahaan Inggris menjadi BO atas transaksi tersebut.

Komentar OECD dengan penekanannya atas pembahasan perusahaan agen, nominee dan konduit menyatakan bahwa jika perusahaan bertindak hanya sebagai fidusia dapat ditentukan sebagai  BO. Jika entitas penerima yang hanya fidusia akan melakukan likuidasi, maka DIR dapat diperoleh dengan mengakui BO dimiliki perusahaan fidusia dimaksud.

Menilik kasus lain, perusahaan Indonesia berniat untuk melakukan pinjaman untuk tujuan bisnis, yang jika dilakukan secara langsung, maka perusahaan induk ini harus membayar WHT 20% atas bunga. Daripada melakukan pembayaran secara langsung, maka perusahaan tersebut mendirikan anak perusahaan di Mauritius yang karena P3B mengakibatkan tarif WHT menjadi 10%. 

Perlakuan kontrak induk dengan anak perusahaan Mauritius menjadi hal yang sangat penting. Jumlah yang sama dipinjam oleh perusahaan M (Mauritius) dan kemudian dipinjamkan ke perusahaan Indonesia. Tingkat bunga atas pinjaman dari dan ke Mauritius dibuat sama persis. Menurut pengadilan, istilah pada dokumentasi pinjaman mengeluarkan anak perusahaan M dari pemenuhan kewajiban pembayaran bunga kepada pemilik obligasi, dan hanya bertugas untuk menerima bunga yang diperoleh dari induk di Indonesia. Oleh karena itu, Pengadilan memutuskan bahwa baik pada praktik dan pada dokumentasi, anak perusahaan M diharuskan untuk membayar setiap dolar yang diterima dari induk Indonesia kepada pemilik obligasi. Kemudian yang menjadi masalah setelah itu adalah P3B Indonesia-Mauritius dicabut. Pencabutan P3B ini berarti WHT atas bunga kembali ke tarif domestik 20%. 

Selanjutnya, JP Morgan sebagai salah satu pemegang obligasi berpendapat bahwa ada langkah yang dapat dilakukan selain dari melakukan pelunasan atas pinjaman lebih awal dari rencana semula. Perubahan bunga akan menarik peminjam untuk membayar lebih awal dan melakukan pembiayaan kembali. Disaat yang sama, JP Morgan sebagai wakil dari pemegang saham menginginkan agar jumlah dan status pinjaman tidak diutak atik. Solusi sederhana yang diusulkan adalah untuk menyisipkan perusahaan Belanda antara peminjam Indonesia dengan entitas Mauritius sehingga diharapkan transaksi peminjaman dapat memperoleh manfaat dari P3B Indonesia-Belanda. 

Dua argumen menyatakan bahwa rencana mengusulkan perusahaan Belanda pada kasus tersebut tidak akan berhasil karena Perusahaan Belanda tidak akan menjadi BO dari bunga yang dibayarkan dan perusahaan tersebut tidak menjadi residen Belanda untuk tujuan P3B. Litigasi dilakukan di London karena perjanjian pinjaman memungkinan untuk melakukan pemilihan  yurisdiksi dispute settlement

Evan-Lombes J menyatakan bahwa, jika perusahaan Mauritius telah merupakan BO dari bunga, maka demikian seharusnya pula diterapkan kepada perusahaan Belanda. Pengadilan memutuskan dengan suara penuh bahwa perusahaan Belanda bukanlah BO dari pembayaran bunga. 

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Buku Acara: Ibadah Mengenang Satu Tahun Berpulang ke Surga

Berry Ratio dan penggunaannya

BEPS Inclusive Framework, the urgency for developing countries