Aspek TP pada e-Commerce (II)
Beberapa negara mendefinisikan PE
lebih luas dari pada definisi PE pada Model Perjanjian OECD, PE lebih mudah di pastikan
timbul di negara tersebut jika negara non-treaty terlibat.
Sebagai contoh, di
Belgia, pada aturan domestik mendefinisikan PE terjadi jika aktivitas perusahaan asing
berlangsung sebagian atau seluruhnya di Belgia. Agent tersebut meskipun tidak dapat
membuat kontrak dan atau tidak memiliki rekan atau anggota yang memiliki kantor terdaftar, maka agent tersebut dapat ditetapkan sebagai PE.
Jelasnya, definisi pada aturan domestik Belgia tidak memasukkan clausa negatif
dalam pengertian PE peraturan domestiknya.
Terdapat beberapa kemungkinan yang
dapat digunakan sebagai pendefinisian PE atas transaksi elektronik:
- Web server sering digunakan sebagai “tempat” dimana perangkat lunak yang diniatkan untuk dijual kepada pelanggan;
- Electronic Order Processing, tentu jika server pembelian juga berada di negara tersebut untuk dapat ditelusuri;
- Web Site Hosting;
- Data Warehousing;
- Pengiklanan pada situs web yang dapat diakses pelanggan suatu negara, mungkin pada prinsipnya tidak dapat dijadikan sebagai dasar PE;
- Online Shopping Portals, dapat mengarah pada eksistensi PE;
- Sales referral programmes.
Yang kemudian perlu diperhatikan
setelah penetapan apakah suatu bisnis e-commerce merupakan BUT/PE, maka
kemudian diperlukan atribusi keuntungan yang di alokasikan terhadap BUT/PE.
Perlu diperhatikan, dalam artikel ini, untuk perusahaan residen Indonesia, maka
isu PE tidak lagi menjadi pertimbangan karena WP tersebut tunduk pada aturan
domestik negara tersebut.
Dalam tindak lanjut penanganan
BUT/PE, yang kemudian dilakukan pembahasan atribusi keuntungan, dari
sudut pandang ekonomi, tidak pantas jika seluruh keuntungan diatribusikan
kepada BUT/PE. Karena atas produk tersebut, tentu sudah ada hasil R&D,
pengembangan Brands dan Merk dan IP lainnya yang sudah dikembangkan oleh entitas
lain. Untuk penggunaan metode analisis
residual profit, return dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama, setiap entitas
memperoleh alokasi laba yang cukup untuk melakukan dengan pengembalian mendasar
berdasarkan tipe transaksi/fungsi yang dilakukan. Pada tahap kedua, sisanya
dialokasikan antar entitas berdasarkan analisis fungsional yang spesifik.
Biasanya, jaringan supplier, daftar pelanggan, know-how, name recognition dan
goodwill menjadi driver dalam mengalokasikan laba residu dari sisi Transfer Pricing.
Comments
Post a Comment