Efisiensi Pelayanan Publik
Efisiensi Pelayanan Publik
Minggu lalu dan hari ini, Saya
dan Istri agak disibukkan dengan kewajiban sebagai warga negara yang baik,
yaitu mengurus kartu kependudukan dari yang sebelumnya KTP Istri saya adalah di
Medan, menjadi Isteri saya dengan catatan kependudukan di Jakarta.
Harapan awalnya, pengurusan
perpindahan KTP ini bukan menjadi hal yang sulit, karena surat pindah dari
Kecamatan Medan telah kami terima, paling-paling hanya ke kelurahan, pikir
kami.
Tibalah waktunya, the moment of truth, dengan harapan
administrasi kependudukan di Jakarta sudah berubah dan akan menjadi user friendly, pikir kami.
Minggu lalu, pergilah kami ke
kelurahan, sudah lengkap dengan surat-surat, KK dan KTP saya. Di bagian pertama
sudah mengesalkan, ternyata tidak bisa bikin pengantar RT/RW, karena mereka
sedang tidak ada ditempat. Selang beberapa hari kami pergi lagi, dan syukurnya
RT/RW bisa memberikan pengantar, tapi ternyata RT/RW masih pake cara lama,
harus dikasih uang terima kasih cing... Risih rasanya ngasih uang terima kasih
begitu, tapi ya tak apalah.
Nah, masalah yang ingin saya
ungkapkan bukan di perihal pemberian uang terima kasih itu, karena mungkin itu
bukan budaya PNS Pemerintah DKI Jakarta lagi, karena toh Ketua RT/Ketua RW
bukan merupakan pegawai resmi Pemerintah DKI Jakarta.
Setiba di Kelurahan, frontliner nye memberikan beberapa
syarat, yang salah satu didalamnya adalah SKCK. Saya gagal paham dalam hal ini,
karena SKCK itu merupakan produk kepolisian. Kalau mau memperolehnya, berarti
istri saya harus kembali ke Medan untuk mengurus SKCK ini? ckckck.. Sang frontliner menyampaikan opsi lain, yaitu
dengan meminta ijin kepada Kepala Seksi Kependudukan di Kelurahan. Okelah kami
ke kelurahan, dan memang diberikan ijin dengan membuat surat pernyataan dengan
pertimbangan bahwa isteri saya adalah PNS. Waktu itu, isteri saya yang tidak
hanya cantik keibuan, ternyata juga bisa mandiri menghadapi kasi DUK Kecamatan.
Setelah berkas lengkap, harus
kembali lagi dong ke kelurahan.. duilee.. Jadi sementara rekap yang kami
lakukan adalah; dari awal membuat Pengantar harus dua kali menunggu
ketersediaan (availability, red.) Ketua
RT dan Ketua RW, ke Kelurahan dibilang berkas tidak lengkap, minta ijin ke
Kecamatan, trus sekarang ke Kelurahan lagi. Abis dari Kelurahan, ehh, ternyata
harus nyampaikan berkas lengkapnya ke Kecamatan lagi.. dan abis dari kecamatan,
harus antar berkas ke kota madya Jaktim.. Duhhh ileeee, ini ngurus surat
kependudukan kok ribet amat ya, kagak bisa cuman ijin sehari dari kantor
jadinya. Karena hari itu udah keburu sore, jadilah kami berencana ke kantor
Kodya minggu sekarang, yaitu minggu setelah berkas lengkap dari kecamatan kami
terima.
Saya pikir, ya sudah deh, mungkin
prosedurnya tinggal dikit lagi, walopun ga habis pikir, kenapa sih berkas ini
harus dibawa-bawa ke kelurahan, kecamatan, trus ke kotamadya. Emang hari ini
blm ada teknologi yang namanya scanned
document apa? apa ga bisa, pun se primitif-primitifnya, dokumen2 itu
dikirim lewat pos? kenapa pulak harus dibawa2 ama penduduknya kemana2? Toh
tidak ada verifikasi data wajah atau finger print yang mengharuskan penduduknya
harus datang? Ini kan bikin waktu kita ga produktif.
Jadi ternyata pembuatan KTP
pindah itu ga sampai disitu saja, hari ini, kami ke Kantor Kota Madya Jaktim,
setelah mencari-cari jalan yang belum pernah kami lewatin sebelumnya,
ternyata-oh ternyata... Sampai disana, dokumen cuman disampaikan ke loket, dan
katanya akan selesai 10 (sepuluh) hari kemudian.. ASTAGAAA, kebayang kan? cuman
nganterin dokumen doangggggg... kenapa ga SOP Kecamatan sekalian kirim lewat
pos ya? Atau scanned docs kayak yang
saya bilang tadi?
Tapi ya sudahlah, saya sungguh
berharap Pemerintah DKI Jakarta menyadari inefisiensi
ini, dengan menyederhanakan prosedur yang tidak perlu. Kalau nggak perlu
konfirmasi fisik atau kehadiran penduduk, tidak perlulah kami mondar-mandir
kemana-mana. Masih banyak kerjaan yang bisa dilakukan, biar perekonomian kita
bisa maju. Supaya alokasi waktu penduduk untuk mengurus hal-hal begini ga
banyak-banyak amat. Kalopun kami alokasikan waktu, memang hal itu penting dan
berguna.
Tetap salut memang sama pelayanan
pemerintah DKI yang sekarang ini tanpa uang pelicin atau pungli, tapi kita kan
mau maju ga cuman sampe disitu doang. Hal ini tentu akan menjadi cermin buat
saya sendiri, yang memberikan pelayanan publik. Mudah-mudahan sih semua
pelayanannya sudah efisien.
Jadi, pada intinya, saya
menyarankan hal-hal berikut untuk proses pemindahan/update KTP:
1. Sampaikan
secara jelas, persyaratan perpindahan Data kependudukan di website
2. SKCK?
Apa memang perlu? Kalau memang perlu, coba ditimbang-timbang lagi. Kalau memang
untuk yang sudah PNS/Karyawan di Jakarta bertahun-tahun, apa memang bisa
langsung diganti dengan surat pernyataan dan Bukti bekerja?
3. Setelah
berkas diterima di Kelurahan, sungguh berharap agar berkas mengalir langsung ke
Kecamatan, dan kemudian ke kotamadya. Jadi penduduknya tau setelah kembali ke
kelurahan. Toh tidak perlu untuk cek fisik di kecamatan atau kota madya kan?
Salam.
Comments
Post a Comment