Bagaimana Membaca Tax Treaty

Membaca Tax Treaty

Buat teman-teman yang sama seperti saya, tidak punya banyak latar belakang dalam International Taxation, tentu tidak ada kata terlambat untuk mempelajarinya. Walaupun diseberang sana sepertinya beliau udah pernah belajar tentang International Taxation dan bicara dengan istilah-istilah asing, tetap tenang saja, dan belajar. Keep calm, and go forward! 

Berikut ini, mungkin hal mendasar, tapi perlu dalam membaca dan memahami Tax Treaty.

Dalam membaca P3B, kita tidak dapat membaca pesan perjanjian tersebut langsung melompat ke pasal tertentu. Misalnya, kita mau melihat P3B Indonesia-Malaysia, dan ingin melihat langsung apa yang disampaikan di Pasal 5, atau pasal 3 atau pasal 11 maka kemungkinan besar pesan yang ingin disampaikan oleh P3B ini tidak kita peroleh sepenuhnya secara menyeluruh. P3B harus dilihat pemahamannya dari awal bahkan dari judulnya, karena jiwa atau keinginan perjanjian ini akan terlihat jika dibaca dari judul, pasal pertama kemudian ke pasal per pasal berikutnya. 

Terdapat beberapa istilah yang sering disebutkan dalam P3B, misalnya: permanent establishment, 

Perjanjian hanya berlaku jika terdapat kemungkinan atau potensi pemajakan berganda terjadi di negara yang di analisisJika tidak ada potensi pajak berganda, ya analisis P3B tidak perlu dilakukan terhadap kasus itu. 

Hal utama yang menjadi perhatian atau sering digunakan pada P3B adalah, apakah suatu negara:
Memberikan pemajakan penuh ke suatu negara (biasanya State of Residence) dengan penggunaan bahasa “shall be taxable”. 
 
Membatasi hak pemajakan negara lain (biasanya negara sumber) dengan penggunaan bahasa “may also be taxable”
  •       State of residence, negara dimana seseorang merupakan penduduk;
  •           Source country atau negara sumber, adalah negara dimana penghasilan muncul atau dihasilkan.

4.       Jika negara sumber tidak berencana untuk memajaki objek tertentu sehingga hak pemajakannya telah diberikan kepada negara lain, maka objek ini tidak perlu mengacu pada P3B. Misalnya, karena Irlandia tidak menggunakan exemption system maka transaksi kepada negara-negara yang memiliki hak pemajakan penuh yang biasanya akan menjadi perhatian dalam pemajakan penduduk Irlandia.  Dan jika negara yang memiliki hak pemajakan terbatas memilih untuk tidak memajaki, maka tidak perlu mengacu pada P3B.

5.       Misalnya, Konsultan Pajak negara A bekerja untuk perusahaan A di negara A menerima pembayaran royalti dari perusahaan Irlandia berdasarkan copyright. Perusahaan A memiliki karyawan paruh waktu di Irlandia yang hanya pelakukan pembukuan. Pencatat buku ini tidak mengetahui sama sekali tentang harga copyright. Konsultan pajak tersebut melakukan analisis aplikasi P3B dengan Irlandia atas pembayaran itu dan menyimpulkan bahwa pembayaran tersebut berhubungan dengan BUT di Irlandia sehingga dipajaki di Irlandia. Untuk ini, Konsultan pajak tersebut menagih perusahaan A sebesar $10.000. Sungguh ironis, Konsultan pajak ini tidak menyadari bahwa Irlandia memajaki seluruh pembayaran yang diterima konsultan pajak dan sebaliknya Irlandia tidak memajaki BUT! Irlandia hanya memajaki perusahaan asing atas PPh Badannya hanya jika perusahaan asing tersebut berdagang di Irlandia melalui cabang atau agen.

6.       Pada Pasal 1 Tax Treaty model OECD disampaikan bahwa perjanjian berlaku pada “orang  yang merupakan penduduk  dari salah satu atau kedua negara yang melakukan perjanjian. Untuk menentukan maksud dari pasal ini, maka perlu menelusuri Pasal 4 yang mendefinisikan residen atas P3B yang mungkin berbeda dengan definisi residen pada ketentuan domestik.

7.    Untuk menentukan apakah BUT terjadi, maka perlu melihat pasal 7 P3B. Pasal 7 juga menyediakan detail dalam menghitung atribusi laba untuk BUT. Namun kemudian, jika P3B  menyebutkan dengan spesifik jenis-jenis penghasilan yang diatur dengan pasal P3B yang lain, maka hal-hal spesifik tersebut tidak perlu ditimbang dalam pasal 7 ini lagi. Misalnya Pasal 6 yang menjelaskan tentang penghasilan dari harta tak bergerak, Pasal 8 atas Shipping and Air Transport, Pasal 10, 11 dan 12 tentang DIR. Namun kemudian, ketiga Pasal DIR ini akan mengembalikan ke pasal BUT jika penghasilan dihubungkan dengan BUT.


8.   Pasal 23 mewajibkan otoritas pajak dimana si penerima penghasilan adalah penduduk, untuk memberikan double tax relief. Pasal 25 tentang kedua otoritas perpajakan dapat mendiskusikan atas kasus-kasus tertentu melalui mutual agreement procedure.

Ini dulu ya, suatu saat pemahaman kita akan Tax Treaty ini akan semakin komprehensif. Bon courage!

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Buku Acara: Ibadah Mengenang Satu Tahun Berpulang ke Surga

Berry Ratio dan penggunaannya

BEPS Inclusive Framework, the urgency for developing countries